Gandustv.com, Palembang – Bahasa yang baik dan benar adalah etika berbahasa pada era digital, mau tau cara berbahasa dan beretika yang baik di dunia digital ?
Webinar Gerakan Nasional Literasi Digital 2021 Kota Palembang yang digelar Senin (29/11) pukul 09.00 – 12.00 dengan tema “Mari Berbahayasa yang Benar dan Beretika di Dunia Digital” dengan menghadirkan beberapa narasumber seperti Diana Amaliasari, M.Si ( Akademisi Pembentukan Karakter ), Koharudin S. T (Kepala Seksi Layanan Hubungan Media), Dr. Ir. Hj. Tri Widayatsih, M.Si. (Dosen PPs Universitas PGRI Palembang) dan Drs. H. Yufrizal, M.M. (Kepala SMP Negeri 51 Palembang).
Moderator Dini Brilly yang memandu webinar selama lebih kurang empat jam pada kesempatan ini juga menyapa Key Opinion Leader Pini yang dihadirkan panitia pada webinar ini. Apini Putri @pinieyes (Presenter @jtv_rek, Putri Indonesia Jawa Timur, Miss Internet Indonesia 2017, MC) yang juga di akhir sesi webinar berbagi pengalaman kepada peserta webinar.
“Dalam bermain medsos akan banyak sekali kita dapatkan pengalaman baik yang baik maupun yang tidak baik. Terkait tema hari ini, sangat penting sekali bahwa kita harus berbahasa yang benar dan beretika. Harus berhati-hati karena alih-alih beri edukasi dan bercerita dan sebagainya tapi pasti ada orang yang salah terima dan salah persepsi. Ketika kita bertemu dengan hal-hal yang tadi dipaparkan para narasumber, wah kaget juga nama kecil kita kok dia tahu. Jadi memang harus betul-betul berbuat dan berpikir bijak d media sosial ini,” kata Apini seraya mengingatkan kembali dengan kejadian-kejadian kecil atau masa lalu yang bikin kita mudah terpancing untuk menanggapinya.
Dengan menggunakan bahasa yang benar dan beretika minimal bisa menjaga diri kita dari hal-hal yang tak diinginkan. Persiapkan mental dan pahami lagi sebelum dishare akibat-akibat yang bakal terjadi.
Tips dan trik dalam menggunakan digital adalah dengan memilih-milih konten yang akan dimainkan. Jejak digital juga jadi perhatian karena ada pertanggungjawaban baik di dunia maupun di akhirat kelak.
Diana Amaliasari, M.Si ( Akademisi Pembentukan Karakter) yang merupakan narasumber pertama pada webinar ini membawakan materi tentang Kecakapan Digital. Diana khusus pada kesempatan ini selama 20 menit memaparkan mengenai aturan berpendapat di ruang digital dan berinteraksi dengan multi kulturalisme di ruang digital.
Diana mengatakan kebebasan berpendapat memang hak semua warga negara Indonesia namun kebebasan yang seperti apa yang bisa dilakukan di ruang digital karena ruang nyata dan ruang digital berbeda. Jangkauan lintas wilayah atau dunia membuat ada aturan-aturan resmi dan sanksi hukum yang diterapkan untuk melakukan transaksi di ruang digital. UU ITE itu jelas pasal per pasal mengatur sanksinya.
Kebiasaan ingin menjadi yang pertama dalam menyampaikan informasi yang baru didapat di ruang digital memang sudah menjadi kebiasaan. Namun terkadang tanpa memperhatikan faktor fakta seperti apakah informasi itu hoaks. Padahal ini sangat berbahaya karena rekam jejak digital tak bisa dihapus terutama di ruang sosial media.
“Saat ini rekam jejak jadi salah satu bukti untuk melihat krediabel seseorang terutama kaum milenial yang ingin melamar pekerjaan,” katanya.
Misinformasi, disinformasi dan malinformasi harus benar-benar dipahami.
Menurut narasumber ini berhati-hati ketika menerima informasi di ruang digital sangat perlu karena banyak sekali pihak yang ingin memanfatkan situasi di ruang digital. “Interaksi di berbagai ruang digital saat ini sangat meresahkan maka bijak bersikap seperti menghindari berita hoaks, ujaran kebencian berhenti ikut menyebarluaskan, Selanjutnya, siberbullying, perundungan di ruang digital ini juga perlu dihati-hatikan.
Tindakan memancing kemarahan dan pelecehan terhadap pihak tertentu dan selanjutnya ada pengumpulan informasi untuk merusak pribadi atau reputasi seseorang. 8 faktor ini yang perlu dilakukan untuk bijak bermedia sosial supaya terhindari dari dampak negatifnya,” kata Diana seraya kembali mengingatkan peserta untuk berhati-hati dengan rangkaian sosial yang selalu mengintai. Korban tidak merasa ditipu karena lihainya memanipulasi korban dengan cara yang halus misalnya oknum memanggil dengan nama kecil kita dan sebagainya.
Menurutnya, walaupun kita berpikir akun sosial milik pribadi kita namun tetap saja harus dipahami bahwa ruang digital adalah milik publik. Jadi hati-hati dalam berekspresi dan berkomentar di dunia digital. “Selain itu, perlu dipikirkan juga penting atau tidak informasi yang kita terima itu dishare kembali. Jika memang tidak penting, sebaiknya tidak usah dishare,” kata Diana menambahkan.
Narasumber kedua, Koharudin S. T (Kepala Seksi Layanan Hubungan Media di Kominfo DKI Jakarta) yang pada kesempatan kedua memaparkan materi selama 20 menit.
“Kenali dan Pahami Rekam Jejang di Ruang Digital” adalah tema yang disajikan Koharuddin. Menurutnya, masih banyak pengguna internet yang hanya mampu menerima informasi tapi tidak mampu mengolahnya dengan baik. Dengan berkembangnya teknologi maka untuk berinteraksi di media sosial banyak fasilitas yang memberi kemudahan. “Berdasarkan data, pengguna internet di Indonesia dari berbagai klasifikasi umur dan jenis perangkat yang dipakai,” kata Koharuddin.
Rekam jejak digital adalah alasan pengguna untuk berhati-hati di dunia digital. Seperti pisau bermata dua maka jika tidak berhati-hati akan seperti senjata makan tuan. Apa yang diposting dan dikomentari di sosial media adalah jati diri yang sebenarnya. Maka semua yang dilakukan yang akan terekam dan sulit dihapus, itulah awal dari bahaya yang akan menimpa jika tidak hati-hati.
“Hal-hal yang baik akan meninggalkan rekam jejak digital yang baik juga. Sebaliknya, hal-hal yang buruk akan pula ada dampaknya. Rekam jejak digital sulit dihapus meski bisa meminta dari penyedia platform untuk dihapus tapi pasti ada yang sudah sengaja atau tidak sudah menangkap atau terekam dengan apa yang kita posting. Inilah yang dimaksud dengan mulutmu adalah harimaumu atau komenmu adalah harimaumu di dunia digital,” kata Koharuddin yang pada kesempatan ini juga memaparkan jejak digital pasif dan aktif dengan perbedaan definisi dan maknanya.
“Rekam jejak digital aktif yang harus hati-hati terutama para pelajar dan mahasiswa karena untuk saat ini menjadi acuan beberapa perusahaan baik di Indonesia maupun di dunia dalam penilaian kreadibilitas melamar pekerjaan. Untuk itu postinglah hal-hal positif dan bermanfaat. Selalu update antivirus di perangkat digital kita,” kata Koharuddin yang juga menyarankan agar memahami fitur keamanan di ruang digital. Beberapa aplikasi juga harus diwaspadai dengan penggunaan kata sandinya.
Dr. Ir. Hj. Tri Widayatsih, M.Si. (Dosen PPs Universitas PGRI Palembang) yang merupakan narasumber ketika pada kesempatan ini memaparkan materi tentang Digitalisasi Budaya. “Digitalisasi kebudayaan merupakan suatu konsep pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan daya guna dalam bidang kebudayaan, terutama dalam hal pengelolaan, pendokumentasian, penyebarluasan informasi dan pengetahuan dari unsur-unsur kebudayaan. Konsep ini dikembangkan dan di implementasikan semata – mata untuk meningkatkan dan melestarikan budaya sebagai wujud eksistensi bangsa Indonesia. Namun sejauh ini pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi pada bidang kebudayaan ini belum mendapatkan perhatian dari berbagai pihak yang bergerak dalam bidang kebudayaan, sehingga masih perlu dikaji dan dikembangkan lebih jauh karena kebudayaan diakui sebagai identitas nasional,” ujar Dr Tri.
Literasi digital merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat agar lebih siap dan cakap menghadapi perubahan dan tantangan di era digital tersebut. Sementara itu Etika kewarganegaraan digital dengan baik dan benar yang merupakan Bahasa dan penulisan kata yang baik pada saat mempublikasikan di media social agar tidak menyinggung pihak lain, memberikan informasi yang sesuai dengan fakta dan tidak memuat konten yang mengandung SARA (Suku, agama, Ras dan antar golongan).
Tri menyebutkan dengan digital culture bisa melihat cakrawala dunia lebih luas. Kecanggihan teknologi digital culture yang bisa menjangkau seluruh lini kehidupan kita.
Menurutnya hampir 64 persen penduduk Indonesia sudah terkoneksi dengan internet (Pradhinka Yunik Nurhayati, 2021 ).
Sayangnya, kemudahan berkomunikasi membuat pengguna tanpa sadar bertindak semaunya. Padahal, dalam menggunakan internet juga perlu menggunakan tata krama. Untuk mendukung etika digital, diperlukan sikap dan perilaku positif untuk kebaikan bersama,”. ditambahkan, salah satu upaya perlawanan terhadap konten negatif adalah dengan tidak menyebarkannya.
“Libatkanlah diri dalam berbagi data dan informasi yang bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain, serta menciptakan karya yang positif,” jelasnya.
Sementara itu, (Erista Septianingsih, 2021), mengatakan bahwa masyarakat digital lebih senang untuk mencari sendiri konten dan informasi yang diinginkan. “Maraknya aktivitas digital yang dilakukan, mengharuskan kita untuk peduli dalam memproteksi perangkat digital yang kita miliki,” ujarnya.
Lebih lanjut dijelaskan, selain membantu memudahkan pekerjaan, mencari hiburan, dan transaksi daring, aktivitas digital juga rawan incaran kejahatan. Salah satunya adalah peretasan. “Phising adalah upaya untuk mendapatkan informasi data seseorang dengan teknik pengelabuan,”, pelaku phising mengincar data pribadi korban, seperti nama, usia, dan alamat. Tidak hanya itu, data akun berupa username dan password, hingga data finansial, seperti informasi kartu kredit dan nomor rekening juga menjadi target pembobolan pelaku.
“Sementara, kalau scam adalah segala bentuk tindakan yang sudah direncanakan yang bertujuan untuk mendapatkan uang dengan cara menipu atau membohongi orang lain. Web phising adalah upaya memanfaatkan website palsu untuk mengelabui calon korban. Website untuk phising akan terlihat mirip dengan website resmi dan menggunakan nama domain yang mirip.
Sebagai contoh, untuk menyerupai niagahoster.co.id, domain yang digunakan pelaku phising adalah niaga-hoster.my.id. Phishing akun adalah tindakan memperoleh informasi pribadi seperti User ID, Password dan data-data sensitif lainnya dengan menyamar sebagai orang atau organisasi yang berwenang melalui sebuah email.
“Saya pernah mengalami bahwa di dunia digital itu ada juga yang namanya hipnotis jadi berhati-hati juga di dunia maya untuk kejahatan phising ini. Website palsu juga sangat mirip dengan website resmi. Bahkan nyaris-nyaris sulit kita membedakannya kalau tidak teliti benar,” kata Dr Tri.
Drs. H. Yufrizal, M.M. (Kepala SMP Negeri 51 Palembang) pemateri terakhir pada webinar ini membawakan materi tentang Etika Digital yang disebutkannya merupakan salah satu dari empat pilar di dunia digital. “Mengapa perlu beretika digital, di antaranya untuk menjaga perasaan orang lain dan untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Begitu banyaknya pengguna internet di ruang digital sehingga kita perlu hati-hati berinteraksi dan beretika demi kenyamanan orang lain,” kata Yufrizal yang pada kesempatan ini juga memberikan Tips menggunakan medsos di antaranya;
Kita harus memahami dan menganalisa suatu Informasi sebelum disampaikan/dishare ke Medsos, Jangan menggunakan gaya Bahasa yang tidak santun dan tidak sopan.Identitas harus jelas (Dilarang menggunakan identitas palsu atau tidak jelas). “Selain itu sumber informasi harus jelas.
Perlu dipahami, tangan ini luar biasa sekali refleksnya untuk buat ketika terlihat ada konten yang masuk ke medsos kita. Padahal kita harusnya berpikir dulu apakah informasi itu benar atau hoaks. Ini perlu supaya tidak jadi bumerang bagi kita. Informasi yang disampaikan oleh orang yang tidak jelas, itu juga bisa jadi fitnah,” kata Yufrizal yang juga mengingatkan bahwa akibat menshare hal-hal yang fitnah, adu domba dan yang negatif lainnya bukan saja kena sanksi secara hukum tapi secara agama akan menjadi dosa jariyah atau berkelanjutan.
Sebaliknya, jika share hal-hal yang positif maka akan menjadi amal jariyah.
Webinar dibuka dengan menayangkan Lagu Indonesia Raya yang diikuti semua peserta webinar dan dilanjutkan dengan penayangan video keynote speech yaitu Semuel A Pangerapan, Direktur Jenderal (Dirjen) Aplikasi Informatika (Aptika) Kemenkominfo RI. Lantas keynote speech kedua disampaikan Walikota Palembang H Harnojoyo yang mengapresiasi penyelenggaraan webinar ini.
Lebih lanjut dalam sesi tanya jawab, moderator mempersilakan empat penanya terpilih untuk menyampaikan pertanyaan secara langsung kepada keempat narasumber secara berurutan. Karena antusias peserta cukup tinggi untuk bertanya, moderator juga memilih enam peserta lagi untuk berkesempatan mendapat hadiah langsung berupa uang elektronik masing-masing senilai Rp 100 ribu.
Suryati Ali selaku Runner Literasi Digital wilayah Palembang Sumsel membenarkan bahwa webinar yang kembali digelar Kemenkominfo RI ini bekerjasama dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Palembang dan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel.
“Melalui kegiatan literasi digital ini, sesuai dengan arahan Kemenkominfo untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat khususnya di wilayah kota Palembang melalui gerakan Webinar Literasi Digital 2021 Kota Palembang. Peserta kali ini pun tercatat 830 peserta dari berbagai kalangan seperti kalangan dosen, guru, mahasiswa, pelajar, dan masyarakat umum,” ujar Suryati, Senin (29/11).
Selanjutnya webinar Gerakan Nasional Literasi Digital Nasional 2021 Kota Palembang akan digelar kembali, Selasa 30 Nopember 2021 pukul 09.00 – 12.00 dengan tema Tantangan Generasi Milenial Menjadi Pemimpin di Era Digital” dengan menampilkan beberapa narasumber di antaranya:
Masrizal Umar, ST (Chief Marketing Officer PT Spirit Inti Abadi), Dr. Lisa Adhrianti, M.Si (Dosen Unib, Japelidi), Muhammad Fadhiel Alie, S.Kom., B.I.T., M.T.I. (Ketua Yayasan Indo Global Mandiri & Dosen Sistem Informasi Universitas Indo Global Mandiri) dan Hj. Ratna Dewi, M.M., M.Pd. (Kepala SMP Negeri 11 Palembang), Pendaftaran melalui tautan: https://event.literasidigital.id/form/18185, Link Zoom:
https://us02web.zoom.us/j/3679338663.