BERITA  

Nurmala Dewi : “Sampai Saat Ini Klien Kami Eddy Hermanto Tidak Terbukti Bersalah”


Gandustv.com, Palembang, – Fakta-fakta dalam persidangan kasus dugaan korupsi dana hibah Masjid Raya Sriwijaya dengan terdakwa Eddy Hermanto, Syarifuddin, Yudi Arminto, dan Dwi Kridayani memasuki babak baru.


Mulai dari menggelar sidang lapangan atau pemeriksaan fisik di lahan Masjid Sriwijaya serta keterangan saksi-saksi dan Ahli yang di hadirkan oleh JPU Jum’at (8/10/2021), serta saksi-saksi yang meringankan (Adechad) yang di hadirkan oleh Penasehat Hukum terdakwa, Selasa (12/10/2021).

Saat gelar sidang lapangan, Abu Hanifah selaku Pejabat Humas PN Palembang turun langsung ke lokasi bersama Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Sumsel dan Penasehat Hukum masing-masing terdakwa beserta beberapa awak media yang di kawal oleh Satpol PP Palembang, Jum’at (8/10/2021).


“Dari pemeriksaan tadi, artinya bahwa isu yang berkembang selama ini yang seolah tidak ada bekasnya sama sekali, ternyata setelah kita melihat ke lapangan bangunan itu sudah ada, sudah berjalan dan itu masih memungkinkan untuk di lanjutkan,” ujar Abu Hanifah.

Informasi warga sekitar yang menyebut tempat tersebut jadi sarang ular dan babi, Abu menuturkan hewan tersebut tak ada di bangunan. Namun dia mengaku area memang dipenuhi rumput liar.

“Berdasarkan dokumen yang diterima dalam persidangan, juga dari keterangan saksi-saksi, bangunan Masjid Sriwijaya yang ada ini dinilai pengerjaan baru sekitar 19 persen,” ujar Abu.

“Progres pembangunan 19 persen itu berdasarkan dokumen-dokumen di persidangan. Ketika pencairan dana dan juga termasuk dari keterangan saksi-saksi,” terangnya.

Nurmala Dewi, SH., MH., selaku Penasehat Hukum Eddy Hermanto (mantan Ketua Panitia Pembangunan Masjid Sriwijaya), Selasa (14/9/2021) menjelaskan, dalam sidang dugaan kasus korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya tidak ada satupun saksi yang mengatakan, jika Eddy Hermanto telah merugikan negara dalam perkara tersebut.

“Dari awal sidang hingga saat ini sudah ada sekitar 20 saksi yang dihadirkan di persidangan, dan tak ada satupun saksi yang mengatakan jika Eddy Hermanto telah merugikan negara sebesar Rp 116 miliar dalam dugaan kasus ini,” ujar Nurmala.

“Terkait lelang dalam dugaan kasus ini yang disebut tidak ada lelang, itu tidak benar. Sebab, lelangnya ada,” lanjutnya.

“Lelangnya ada, bahkan dokumen dan pemenang lelangnya juga ada. Untuk lelengnya memang tidak mengacu kepada Perpres No 54 tahun 2010, karena ini tidak masuk dalam Dipa dan bukan uang negara lagi tapi sudah menjadi kekayaan yayasan. Dan kalau mengacu Perpres tentunya SK-nya kan bukan SK Yayasan, tapi SK Pejabat Pembuat Komitmen,” terangnya.

Nurmala menambahkan, sejauh ini proyek pembangunan Masjid Sriwijaya telah dikerjakan dan ada bentuknya, walau baru sebatas kontruksi.

“Artinya, pembangunan Masjid Raya Sriwijaya ini ada bentuknya, dan juga fisiknya,” ucap Nurmala saat di mintai keterangan oleh awak media di PN Palembang, Selasa (12/10/2021).

Nurmala juga mengatakan, pihaknya akan menghadirkan saksi ahli pada hari Jum’at tanggal 15 Oktober 2021 guna mengungkap fakta-fakta yang sebenarnya.

“Kami akan menghadirkan saksi ahli dalam sidang nanti, yaitu Ahli Hukum Keuangan Negara, Ahli Konstruksi, Ahli Dalam Menghitung Kerugian Negara,” pungkasnya.

Nurmala juga mengungkapkan bahwa, “klien kami Eddy Hermanto didakwa oleh Kejati Sumsel dengan tuduhan menerima uang sebesar Rp 648 juta, yang mana fakta-fakta dalam persidangan sampai saat ini, klien kami tidak terbukti bersalah”.

“Fakta dalam persidangan sampai saat ini menjelaskan bahwa uang yang di sangka kan tersebut sebenarnya sudah tertuang dalam MPHD tahun 2015, yang memang sudah di atur tentang uang pengelolah proyek. Itu artinya uang tersebut bukan untuk Klien kami Eddy Hermanto,” ujar Nurmala.

Perlu diketahui saat sidang yang berlangsung hari Jum’at tanggal 8 Oktober lalu, semua yang hadir di persidangan dibuat terkejut dengan pernyataan Ahli yang di hadirkan oleh JPU Kejati Sumsel.

Saksi Ahli Keuangan Negara bapak Siswo Sujanto menjelaskan bahwa, dalam menanggapi ilustrasi yg disampaikan majelis hakim, bahwa apabila yang dibangun baru sebagian sisi dengan jumlah dana yg ada dan masih bisa dilanjutkan kembali, maka dalam case ini tidak ada kerugian negara apalagi total loss.

“Yang berhak menghitung kerugian negara adalah lembaga-lembaga audit yang bekerja untuk kepentingan negara. Contohnya BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal, dan Bawas”, ujar Siswo saat menjawab pertanyaan dari Penasihat Hukum Eddy Hermanto.

Ada yang menarik dalam persidangan tersebut, saat Ahli dari Universitas Tadulako Palu di cecar pertanyaan oleh Hakim Ketua Sahlan Effendi, SH., MH.

“Malu Bumi Sriwijaya dengan adanya total loss seperti yang anda katakan pak. 116, kenapa? Dana yang mengucur itu 130 M, kenapa bisa jadi 116 M? Kenapa, gak bisa jawab? Lah ini pak, kalau gak bisa jawab itu sudah kelihatan…” ujar Hakim Sahlan.

Saksi ahli dari Universitas Tadulako menjawab pertanyaan hakim, bahwa apabila tanah yang bermasalah tidak bersinggungan dengan tanah yg sudah dibangun, maka tidak ada kerugian negara.

Universitas Tadulako inilah yang melakukan audit kerugian keuangan negara dalam kasus Masjid Raya Sriwijaya, rupanya Perguruan tinggi dengan akreditasi B. Dan, di Universitas ini pula Kejati Sumsel sekarang mengambil pendidikan Doktoral.

Penulis: SuhermanEditor: Redaksi