BERITA  

Tuntutan Tersadis Sepanjang Sejarah Kasus Korupsi Di Sumsel


Gandustv.com, Palembang, – Sidang dugaan kasus korupsi Masjid Raya Sriwijaya terhadap empat terdakwa yakni Eddy Hermanto, Syarifuddin, Yudi Arminto serta Dwi Kridayani, kembali di gelar untuk mendengarkan keterangan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejati Sumatera Selatan.


Sidang yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Kelas 1 Palembang di pimpin oleh Ketua Majelis Hakim Tipikor Sahlan Effendi SH MH. Sedangkan keempat terdakwa yang dihadirkan secara virsual, Jum’at (29/10/2021).

Dalam tuntutan yang dibacakan secara bergantian setebal 376 halaman mengatakan, bahwa para terdakwa sebagaimana fakta persidangan telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama melanggar Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tipikor.

“Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana penjara kepada masing-masing terdakwa selama 19 tahun penjara, denda Rp 750 juta dengan subsider 6 bulan kurungan,” tegas JPU bacakan tuntuyan pidana.

Tidak hanya itu, JPU juga menuntut agar para terdakwa wajib mengganti uang kepada masing-masing terdakwa yakni Eddy Hermanto sebesar Rp 684 juta, Syarifuddin sebesar Rp1.030 miliar, lalu Yudi Arminto sebesar Rp 22,4 miliar dan Dwi Kridayani sebesar Rp 22 miliar.

“Dan apabila tidak sanggup diganti maka harta benda terdakwa dapat disita, namun apabila tidak mencukupi diganti dengan pidana tambahan masing-masing selama 9,5 tahun penjara,” ujar JPU.

Saat di mintai keterangan lewat media sosial WhatsApp, Dr (c) Hj. Nurmala Dewi, SH., MH selaku Penasehat Hukum Eddy Hermanto mengatakan, tuntutan jaksa penuntut umum yang hari ini di baca untuk Eddy Hermanto dan kawan-kawan. Saya dan tim selaku Penasehat Hukum Eddy Hermanto menyatakan tidak sependapat dengan tuntutan JPU.

“Menurut kami, ini adalah tuntutan tersadis sepanjang sejarah dalam penanganan kasus korupsi di Sumsel,” ujar Nurmala.

“Karena sepanjang fakta selama persidangan tidak ada satu pun bukti yang menyatakan pelanggaran yang dilakukan klien kami Eddy Hermanto,” ujarnya.

Disinggung tentang adanya total loss, menurut Nurmala sudah jelas tidak ada yang namanya Total Loss. Karena jelas bangunan fisik Masjid Raya Sriwijaya itu ada dan hingga kini masih kokoh berdiri.

Kemudian disebutkan ada kesalahan prosedur saat proses hibah, menurutnya, kesalahan seperti apa karena pada fakta persidangan dipaparkan bahwa tanah tersebut adalah benar milik Pemerintah Provinsi Sumsel yang jelas menjadi aset Pemprov Sumsel.

“Dasarnya hukumnya apa hingga JPU mengambil keputusan itu. Kami punya rekaman full sidang dan saya pastikan tidak ada satupun yang mengatakan negara dirugikan Rp 116 miliar, dari semua saksi yang dihadirkan termasuk keterangan saksi ahli,” tegas Nurmala.

Nurmala juga membandingkan beberapa kasus besar, seperti dugaan korupsi di lingkungan Pertamina dengan kerugian negara hampir 600an miliar tuntutan hingga putusan juga tidak sebesar seperti dialami kliennya, hanya dituntut berapa tahun. Lalu ada kasus lagi, seperti kasus korupsi Djoko Chandra dengan kerugian negara hampir Rp 913 miliar, hanya diputus 3,5 tahun, lebih rendah dari tuntutan JPU selama 4,5 tahun.

“Makanya sampai sekarang kami belum paham apa dasar JPU mengambil keputusan tersbut, bahkan boleh dibilang ini paling sadis di Sumsel bahkan di Indonesia,” ucapnya.

Atas tuntutan tersebut, Nurmala berharap majelis hakim bisa memberikan keputusan yang seadil-adilnya dan benar-benar objektif sesuai dengan hukum yang berlaku, karena ini menyangkut nasib, harkat, dan martabat seseorang.

“Kita akan semaksimal mungkin membela klaen kami, dan membuktikan serta memaparkan semua fakta agar kliennya bisa bebas dan lepas dari jeratan hukum,” lanjut Hj. Nurmala.

“Kami optimis klien kami bisa lepas dari tuntutan karena memang belum ada bukti penguat bahwa klien kami bersalah,” jelasnya.